Hotel Bertarif Murah di Makassar
Hotel bertarif murah di Makassar beberapa tahun ini tumbuh pesat. Hal ini disebabkan, Makassar merupakan kota transit bagi warga dari kawasan timur Indonesia (KTI) ke Indonesia bagian barat, atau sebaliknya.
“Makassar memang cocok untuk pebisnis yang ingin mengembangkan usaha hotel budget atau hotel bertarif murah. Apalagi yang namanya transit itu lama huniannya juga singkat,” kata pengamat ekonomi Sulsel Hamid Paddu di Makassar, kemarin. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per April 2012, lama hunian hotel di kota ini hanya 1,69 hari.
Itu menandakan, pengunjung yang datang ke Makassar tidak menggunakan banyak waktu, sehingga lebih memilih menggunakan hotel bertarif murah. “Kecenderungan investor untuk membangun hotel budget juga didasari oleh investasi yang relatif murah di kisaran Rp30 miliar hingga Rp40 miliar. Okupansi jenis hotel ini juga cukup tinggi. Bahkan bisa 100% jika sedang long weekend atau peak season,” ujar Hamid Paddu.
Jumlah okupansi hotel budget klasifikasi hotel bintang 1 dan 2 di Makassar selalu menunjukkan peningkatan.Pada Maret ke April, pada hotel bintang 1 terjadi pertumbuhan 8,42% dengan okupansi 37,42%. Sedangkan hotel bintang 2 dengan mengalami kenaikan 1,57% dengan okupansi 46,33%. ”Tumbuh pesatnya hotel budget didukung pula dengan transportasi udara yang kian lancar di daerah ini,” katanya.
Sebaliknya, hotel bintang 3 hingga 5 mengalami penurunan. Penurunan okupansi paling tinggi terjadi pada hotel bintang 5 sebesar 21,04% dari okupansi 72,50% Maret lalu menjadi 51,46% akhir April. Hal ini pula yang menjadi alasan PT Angkasa Pura (AP) I melalui anak perusahaanya PT Angkasa Pura Hotels membangun hotel budget di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.
Hotel yang diberi nama Ibis Budget Angkasa Pura Hotel tersebut menggandeng Accor Asia Pacific Indonesia untuk pengelolaannya. Selain AP I, jaringan Dafam Hotel tahun depan juga akan membangun dua hotel budget sekaligus. Ketua Association of the Indonesia Tour and Travel Agencies (Asita) Sulsel Didi L Manaba menilai, ekspansi beberapa perusahaan untuk mendirikan hotel budget itu masih sesuai dengan permintaan pasar.
Karena hal itu untuk mengimbangi pesatnya pertumbuhan maskapai penerbangan berbiaya murah. “Bisa dipastikan orang yang bepergian dengan maskapai murah memilih hotel murah pula. Di situlah pasaran hotel budget,”ujarnya. Sementara itu, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel Anggiat Sinaga menyambut baik banyaknya hotel budget di Makassar.
“Kita memang masih kekurangan jumlah kamar hotel. Jadi semakin banyak yang ingin membangun hotel akan lebih baik,”kata dia. Idealnya tahun ini, jumlah kamar hotel di Makassar 6.000 unit, tetapi hingga Mei ketersediaan kamar baru 5.535 unit. Jumlah tersebut belum termasuk kamar Hotel Grand Celino yang merupakan hotel waralaba pertama sebanyak 125 unit yang baru saja diresmikan.
“Makassar memang cocok untuk pebisnis yang ingin mengembangkan usaha hotel budget atau hotel bertarif murah. Apalagi yang namanya transit itu lama huniannya juga singkat,” kata pengamat ekonomi Sulsel Hamid Paddu di Makassar, kemarin. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per April 2012, lama hunian hotel di kota ini hanya 1,69 hari.
Itu menandakan, pengunjung yang datang ke Makassar tidak menggunakan banyak waktu, sehingga lebih memilih menggunakan hotel bertarif murah. “Kecenderungan investor untuk membangun hotel budget juga didasari oleh investasi yang relatif murah di kisaran Rp30 miliar hingga Rp40 miliar. Okupansi jenis hotel ini juga cukup tinggi. Bahkan bisa 100% jika sedang long weekend atau peak season,” ujar Hamid Paddu.
Jumlah okupansi hotel budget klasifikasi hotel bintang 1 dan 2 di Makassar selalu menunjukkan peningkatan.Pada Maret ke April, pada hotel bintang 1 terjadi pertumbuhan 8,42% dengan okupansi 37,42%. Sedangkan hotel bintang 2 dengan mengalami kenaikan 1,57% dengan okupansi 46,33%. ”Tumbuh pesatnya hotel budget didukung pula dengan transportasi udara yang kian lancar di daerah ini,” katanya.
Sebaliknya, hotel bintang 3 hingga 5 mengalami penurunan. Penurunan okupansi paling tinggi terjadi pada hotel bintang 5 sebesar 21,04% dari okupansi 72,50% Maret lalu menjadi 51,46% akhir April. Hal ini pula yang menjadi alasan PT Angkasa Pura (AP) I melalui anak perusahaanya PT Angkasa Pura Hotels membangun hotel budget di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.
Hotel yang diberi nama Ibis Budget Angkasa Pura Hotel tersebut menggandeng Accor Asia Pacific Indonesia untuk pengelolaannya. Selain AP I, jaringan Dafam Hotel tahun depan juga akan membangun dua hotel budget sekaligus. Ketua Association of the Indonesia Tour and Travel Agencies (Asita) Sulsel Didi L Manaba menilai, ekspansi beberapa perusahaan untuk mendirikan hotel budget itu masih sesuai dengan permintaan pasar.
Karena hal itu untuk mengimbangi pesatnya pertumbuhan maskapai penerbangan berbiaya murah. “Bisa dipastikan orang yang bepergian dengan maskapai murah memilih hotel murah pula. Di situlah pasaran hotel budget,”ujarnya. Sementara itu, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel Anggiat Sinaga menyambut baik banyaknya hotel budget di Makassar.
“Kita memang masih kekurangan jumlah kamar hotel. Jadi semakin banyak yang ingin membangun hotel akan lebih baik,”kata dia. Idealnya tahun ini, jumlah kamar hotel di Makassar 6.000 unit, tetapi hingga Mei ketersediaan kamar baru 5.535 unit. Jumlah tersebut belum termasuk kamar Hotel Grand Celino yang merupakan hotel waralaba pertama sebanyak 125 unit yang baru saja diresmikan.