Pengusaha Dharnawati
Pengusaha Dharnawati dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan memberikan suap ke dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terkait program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). Jaksa penuntut umum yang menangani perkara itu menuntut majelis hakim agar menghukum Dharnawati dengan empat tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta yang dapat diganti hukuman enam bulan kurungan. Nggak adil, aku dibohongin Pak Dadong dan Pak Nyoman, aku nggak mau kasih uang komitmen.
Tuntutan atas Dharnawati tersebut dibacakan dalam sidang di hadapan majelis hakim, Eka Budi Prijatna yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/1/2012). "Meminta majelis hakim menyatakan terdakwa Dharnawati terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam dakwaan ke-satu, Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata jaksa Rini Triningsih.
Menurut jaksa, Dharnawati terbukti memberikan uang kepada pejabat Kemennakertrans, I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan sebagai upaya untuk mendapatkan proyek PPID di empat kabupaten di Papua, yakni Teluk Wondama, Mimika, Manokwari, dan Keerom. Nyoman dan Dadong juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Berdasarkan fakta persidangan, Dharnawati berupaya menghubungi pejabat Kemennakertrans dengan meminta bantuan orang dekatnya, Dhani Nawawi.
Setelah ada kesepakatan, pada 19 Agustus 2010 lalu, Dharnawati memberikan atau mengalihkan uang sekitar Rp 2 miliar dari rekeningnya ke pejabat Kemennakertrans dengan menyerahkan kartu ATM BNI beserta pinnya dan buku tabungan. Dari uang Rp 2 miliar itu, baru dicairkan senilai Rp 1,5 miliar yang kemudian diberikan melalui Dadong Irbarelawan pada 25 Agustus. Sesaat setelah serah terima uang yang disimpan dalam kardus durian itu, Dharnawati, Dadong, dan Nyoman dicokok penyidik KPK.
Jaksa juga menilai, alasan Dharnawati yang mengaku terpaksa memberikan uang tersebut karena permintaan uang itu datang dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, tidak masuk akal. "Sebab terdakwa tidak dapat menunjukkan bukti," kata Rini.
Adapun hal-hal yang dianggap memberatkan Dharnawati, menurut jaksa, perbuatannya itu tidak mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, terutama suap menyuap dalam menciptakan pemerintahan yang bersih. Sedangkan yang meringankan, Dharnawati dianggap mengakui perbuatannya itu, belum pernah dihukum sebelumnya, dan memiliki tanggungan keluarga.
Menanggapi tuntutan ini, Dharnawati tampak tenang saat duduk di kursi persidangan. Namun di luar ruang sidang, dia menangis meraung-raung dan mengatakan bahwa tuntutan ini tidak adil. "Nggak adil, aku dibohongin Pak Dadong dan Pak Nyoman, aku nggak mau kasih uang komitmen," ucap Dharnawati. Pada Rabu (25/1/2012) pekan depan, Dharnawati akan menyampaikan nota pembelaan.
Tuntutan atas Dharnawati tersebut dibacakan dalam sidang di hadapan majelis hakim, Eka Budi Prijatna yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/1/2012). "Meminta majelis hakim menyatakan terdakwa Dharnawati terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam dakwaan ke-satu, Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata jaksa Rini Triningsih.
Menurut jaksa, Dharnawati terbukti memberikan uang kepada pejabat Kemennakertrans, I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan sebagai upaya untuk mendapatkan proyek PPID di empat kabupaten di Papua, yakni Teluk Wondama, Mimika, Manokwari, dan Keerom. Nyoman dan Dadong juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Berdasarkan fakta persidangan, Dharnawati berupaya menghubungi pejabat Kemennakertrans dengan meminta bantuan orang dekatnya, Dhani Nawawi.
Setelah ada kesepakatan, pada 19 Agustus 2010 lalu, Dharnawati memberikan atau mengalihkan uang sekitar Rp 2 miliar dari rekeningnya ke pejabat Kemennakertrans dengan menyerahkan kartu ATM BNI beserta pinnya dan buku tabungan. Dari uang Rp 2 miliar itu, baru dicairkan senilai Rp 1,5 miliar yang kemudian diberikan melalui Dadong Irbarelawan pada 25 Agustus. Sesaat setelah serah terima uang yang disimpan dalam kardus durian itu, Dharnawati, Dadong, dan Nyoman dicokok penyidik KPK.
Jaksa juga menilai, alasan Dharnawati yang mengaku terpaksa memberikan uang tersebut karena permintaan uang itu datang dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, tidak masuk akal. "Sebab terdakwa tidak dapat menunjukkan bukti," kata Rini.
Adapun hal-hal yang dianggap memberatkan Dharnawati, menurut jaksa, perbuatannya itu tidak mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, terutama suap menyuap dalam menciptakan pemerintahan yang bersih. Sedangkan yang meringankan, Dharnawati dianggap mengakui perbuatannya itu, belum pernah dihukum sebelumnya, dan memiliki tanggungan keluarga.
Menanggapi tuntutan ini, Dharnawati tampak tenang saat duduk di kursi persidangan. Namun di luar ruang sidang, dia menangis meraung-raung dan mengatakan bahwa tuntutan ini tidak adil. "Nggak adil, aku dibohongin Pak Dadong dan Pak Nyoman, aku nggak mau kasih uang komitmen," ucap Dharnawati. Pada Rabu (25/1/2012) pekan depan, Dharnawati akan menyampaikan nota pembelaan.